MEDIASI
DI PENGADILAN
Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh
mediator yang tidak
memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi
adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus.
Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak
boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian
selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh
persetujuan dari para pihak.
Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 2003 (PERMA Nomor 2 Th. 2003), dimana dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2003
masih terdapat banyak kelemahan-kelemahan Normatif yang membuat PERMA tersebut
tidak mencapai sasaran maksimal yang diinginkan, dan juga berbagai masukan dari
kalangan hakim tentang permasalahan permasalahan dalam PERMA tersebut.
Dengan diberlakukannya PERMA
tentang Mediasi diharapkan fungsi mendamaikan atau memediasi dapat berjalan
seiring dan seimbang dengan fungsi memutus. PERMA tentang Mediasi diharapkan
dapat mendorong perubahan
cara pandang para pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan
advokat, bahwa lembaga pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan. PERMA tentang Mediasi
memberikan panduan untuk dicapainya perdamaian. Inspirasi Prosedur Mediasi
Dalam rangka menindaklanjuti keputusan MARI merevisi PERMA Nomor 2 Tahun 2003,
telah dibentuk sebuah Kelompok Kerja untuk mengkaji berbagai kelemahan pada
PERMA dan mempersiapkan draf PERMA hasil revisi, yang hasilnya adalah PERMA No.1 Tahun 2008. Kelompok Kerja ini diketuai oleh Dr. Harifin A. Tumpa, SH.MH.
yang dilanjutkan oleh Atja Sondjaja, SH.
Dalam PERMA, para pihak
dibolehkan untuk menggunakan jasa mediator lebih dari satu orang yang terdiri
atas hakim dan profesi lainnya yang dianggap memahami masalah pokok sengketa.
Konsep ini menyerupai dengan konsep Chotei dalam sistem hukum Jepang.
Jika dalam PERMA Nomor 2
Tahun 2003, hakim pemeriksa perkara tidak
dibolehkan menjadi mediator perkara yang diperiksanya, sebaliknya dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008, hakim pemeriksa perkara tidak dibolehkan menjadi mediator perkara yang diperiksanya jika dikehendaki oleh para pihak atau atas dasar ketentuan Pasal 12 ayat (6).
dibolehkan menjadi mediator perkara yang diperiksanya, sebaliknya dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008, hakim pemeriksa perkara tidak dibolehkan menjadi mediator perkara yang diperiksanya jika dikehendaki oleh para pihak atau atas dasar ketentuan Pasal 12 ayat (6).
Prosedur Untuk Mediasi
- Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi. hakim pemeriksa perkara boleh menjadi mediator dalam perkara yang diperiksanya, atau para pihak bersama-sama menunjuk mediator dari luar pengadilan yang sesuai dengan sifat perkaranya
- Setelah pihak pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
- Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
- Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
Tugas-tugas Mediator
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi
kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
- Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
- Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan sendiri yang terpisah dengan pihak-pihak yang bersengketa selama proses mediasi berlangsung.
- Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
Daftar
Mediator
- Untuk memudahkan para pihak memilih mediator yang bukan hakim, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5 (lima) nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator.
- Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
- Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
- Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan
- Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
- Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
- Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.
Biaya Mediator
- Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
- Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
Beberapa Poin Mediasi/Perdamaian:
- Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di persidangan, hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan dalam sidang sidang berikutnya meskipun taraf pemeriksaan lebih lanjut (Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg).
- Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuat akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.
- Akta/ putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
- Akta/ putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali.
- Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara persidangan, selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penterjemah (Pasal 131 HIR/Pasal 155 RBg).
- Khusus untuk gugatan perceraian, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, yang sedapat mungkin dihadiri sendiri oleh suami-istri tersebut.
- Apabila usaha perdamaian berhasil, maka gugatan penceraian tersebut harus dicabut, apabila usaha perdamaian gagal maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang yang tertutup untuk umum.
- Dalam mengupayakan perdamaian digunakan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan agar semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator (Pasal 2 ayat (3) PERMA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar