Gugatan Ganti Kerugian Digabungkan
dengan Perkara Pidana
Perlu kami
jelaskan terlebih dahulu arti “ganti rugi”
dari sudut pandang hukum pidana dan hukum perdata. Dalam hukum pidana, makna ganti rugi dapat dilihat dalam Pasal 1
angka 22 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana /
KitabUndang-Undang ukum Acara Pidana (KUHAP),
yang isinya:
“Ganti kerugian
adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap,
ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau Hukum
yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Sementara, Hukum Perdata tidak memberikan definisi tegas mengenai
arti ganti rugi, namun Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menjelaskan
ganti kerugian sebagai berikut:
“penggantian
biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan,
apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,
tetap melalaikannya, atau jika sesuatu
yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang
waktu yang telah dilampaukannya”
Berdasarkan kedua
pasal di atas, maka jelas bahwa hukum pidana mengarahkan ganti kerugian untuk kepentingan
tersangka atau terdakwa. Sedangkan hukum perdata mengarahkan ganti kerugian untuk
kepentingan pihak yang dirugikan atas terjadinya tindakan melawan hukum atau ingkar
janji.
Terkait keinginan hendak mengajukan ganti kerugian kepada tersangka, ada 2 (dua) cara,
yaitu:
Mengajukan gugatan
ganti kerugian (perdata) yang terpisah dari perkara pidana
Jika ingin mengajukan
gugatan ganti kerugian yang terpisah dengan perkara pidana, maka sebaiknya menunggu
terlebih dahulu putusan terhadap perkara pidana tersebut. Sebab apa bila Terdakwa
terbukti bersalah, maka putusan tersebut adalah dasar yang kuat untuk
mengajukan gugatan ganti kerugian. Namun demikian, juga dapat mengajukan gugatan
ganti kerugian tanpa menunggu putusan terhadap perkara pidana, asalkan memiliki alasan-alasan yang kuat dan
nyata bahwa adanya kerugian akibat tindakan yang dilakukan oleh
orang lain.
Menggabungkan
gugatan ganti kerugian (perdata) dengan perkara pidana
Terhadap hal ini, KUHAP memberikan dasar hukum melalui ketentuan Pasal 98, yang isinya sebagai berikut:
“(1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan
di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian
bagi orang lain, maka hakim ketua siding atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan
perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan
pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya
sebelum hakim menjatuhkan putusan.”
Berdasarkan pasal
tersebut, maka dapat menggabungkan gugatan ganti kerugian tersebut dengan perkara
pidana yang sedang berjalan. Penggabungannya wajib dimintakan Kepada Majelis Hakim yang mengadili
perkara a quo paling lambat sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Jadi, kalau perkara pidana di atas masih dalam
tahap pemeriksaan Kepolisian, maka harus
menunggu hingga pemeriksaan dilakukan di Pengadilan untuk dapat mengajukan gugatan
tersebut.
Sekalipun melalui
proses yang berbeda, kedua cara tersebut
didasarkan pada satu dasar hukum yang sama, yaitu Pasal 1365 KUHPer, yang isinya:
“tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”
Dasar Hukum:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar