Pada dasarnya setiap orang
tua berkewajiban memelihara anak-anaknya.
Pemeliharaan anak tersebut mencakup segala hal. Mulai dari makanan, tempat tinggal, kebutuhan hidup sehari-hari, pendidikan, bahkan sampai kepada perkembangan psikologi sanak.
Agar seorang anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan
maksimal, selain harus mendapat pemeliharaan yang baik,
juga perlu berada dalam lingkungan yang baik pula.
Dalam hal terjadinya perceraian
antara orangtua, seorang anak juga harus
dimintakan pendapatnya, sebagaimana diatur
dalam Pasal 10
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
:
"Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan"
Berdasarkan ketentuan Pasal
10 UU Perlindungan
Anak di atas maka jelas dan tegas Hakim
dapat meminta pendapat dari si anak dalam perkara hukum “kuasa asuh anak”.
Untuk meminta pendapat
darisi anak dalam perkara hukum “kuasa asuh
anak”, tentunya Hakim harus mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan usia
si anak.
Undang-undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan mewajibkan orangtua untuk memelihara dan mendidik
anaknya sebaik-baiknya demi kepentingan anak-anaknya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
yang menyatakan:
“Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya”
Sekalipun perkawinan antara
kedua orangtua si anak telah putus, kedua orang tua tersebut juga tetap berkewajiban
untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak itu telah dewasa.
Pasal 45
ayat (2) dan Pasal 41 huruf a Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang dengan tegas menyatakan:
Pasal 45 ayat (2), menyatakan:
“….Kewajibanorangtua yang dimaksuddalamayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun
perkawinan antara kedua orangtua putus….”
Pasal 41 huruf a menyatakan:
“…Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: baik ibu
atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak;…”
Berdasarkan hal tersebut
di atas, kita dapat meminta secara baik-baik kepada mantan istri atau mantan suami
untuk menyerahkan hak asuh anak tersebut.
Namun bila mantan istri
atau mantan suami lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai orangtua yang baik dalam mengasuh anak, maka dapat dilakukan
permohonan kepada Pengadilan untuk mencabut hak asuh yang saat
ini ada di tangan mantan istri atau suami.
Hal ini diatur dalam Pasal 30 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
yang berbunyi:
“(1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,
melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasaasuh
orang tua dapat dicabut.”
“ (2) Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa
asuh sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan”
Pasal 31
ayat (1) UU Perlindungan Anak juga menyatakan :
“ Salah satu
orang tua, saudara kandung, atau keluarga
sampai derajat ketiga, dapat mengajukan permohonan kepengadilan untuk mendapatkan
penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa asuh orangtua atau melakukan tindakan
pengawasan apa bila terdapat alasan yang kuat untuk itu”
Selain itu berdasarkan
ketentuan Pasal 49 Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan juga dapat diajukan gugatan kepengadilan untuk mencabut
hak asuh dari mantan Istri atau mantan suami, yang lebih lengkapnya berbunyi :
(1) Salah seorang atau kedua orangtua dapat dicabut
kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan
orangtua yang lain, keluarga anak dalam garis
lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalamhal-hal:
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap
anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.
(2) Meskipun orangtua dicabut kekuasaannya,
mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
Namun yang harus diingat
ialah tentunya kita harus dapat membuktikan di depan pengadilan jika
betul mantan istri atau mantan suami telah melalaikan kewajibannya sebagai orangtua
ataupun berkelakuan buruk yang berdampak negative untuk perkembangan anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar