Kamis, 27 Februari 2014

Meminta Hak Asuh Anak




Pada dasarnya setiap orang tua berkewajiban memelihara anak-anaknya. Pemeliharaan anak tersebut mencakup segala hal. Mulai dari makanan,  tempat tinggal,  kebutuhan hidup sehari-hari,  pendidikan,  bahkan sampai kepada perkembangan psikologi sanak.
Agar  seorang anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan maksimal, selain harus mendapat pemeliharaan  yang  baik,  juga perlu berada dalam lingkungan  yang  baik pula.

Dalam hal terjadinya perceraian antara orangtua,  seorang anak juga harus dimintakan pendapatnya,  sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  yang  menyatakan :

"Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,  menerima,  mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya  demi  pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan"

Berdasarkan ketentuan Pasal  10  UU  Perlindungan Anak  di atas maka jelas dan tegas Hakim dapat meminta pendapat dari si anak dalam perkara hukum  “kuasa asuh anak”.
Untuk meminta pendapat darisi anak dalam perkara hukum  “kuasa asuh anak”,  tentunya Hakim  harus mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan usia si anak.

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mewajibkan orangtua untuk memelihara dan mendidik anaknya sebaik-baiknya demi kepentingan anak-anaknya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan:

“Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”

Sekalipun perkawinan antara kedua orangtua si anak telah putus, kedua orang tua tersebut juga tetap berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak itu telah dewasa.

Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 41 huruf a Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang dengan tegas menyatakan:
Pasal 45 ayat (2), menyatakan:
“….Kewajibanorangtua yang dimaksuddalamayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orangtua putus….”

Pasal 41 huruf a menyatakan:

“…Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,  semata-mata berdasarkan kepentingan anak;…”

Berdasarkan hal tersebut di atas, kita dapat meminta secara baik-baik kepada mantan istri atau mantan suami untuk menyerahkan hak asuh anak tersebut.
Namun bila mantan istri atau mantan suami lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai orangtua yang  baik dalam mengasuh anak, maka dapat dilakukan permohonan kepada Pengadilan untuk mencabut hak asuh  yang  saat ini ada di tangan mantan istri atau suami.

Hal ini diatur dalam Pasal 30 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:

“(1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasaasuh  orang  tua dapat dicabut.”

“ (2) Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan”

Pasal 31 ayat (1) UU Perlindungan Anak juga menyatakan :

“ Salah satu orang tua, saudara kandung,  atau keluarga sampai derajat ketiga, dapat mengajukan permohonan kepengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa asuh orangtua atau melakukan tindakan pengawasan apa bila terdapat alasan yang  kuat untuk itu”

Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga dapat diajukan gugatan kepengadilan untuk mencabut hak asuh dari mantan Istri atau mantan suami,  yang lebih lengkapnya berbunyi :

(1)  Salah seorang atau kedua orangtua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orangtua yang lain,  keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat  yang  berwenang, dengan keputusan pengadilan dalamhal-hal:
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.

 (2) Meskipun orangtua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

Namun yang harus diingat ialah tentunya kita harus dapat membuktikan di depan pengadilan jika betul mantan istri atau mantan suami telah melalaikan kewajibannya sebagai orangtua ataupun berkelakuan buruk yang berdampak negative untuk perkembangan anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar