Sabtu, 01 November 2014

PENGERTIAN HUKUM TENTANG YAYASAN

Peraturan mengenai Yayasan diatur dalam :
Undang-Undang Nomor : 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan Undang–Undang Nomor : 28 Tahun 2008 dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 63 Tahun 2008.

 PENGERTIAN YAYASAN :
Definisi Yayasan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.16 Tahun 2001 di jelaskan bahwa :
“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaandan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.

Dari definisi tersebut di atas ada 4 (empat) catatan utama tentang Yayasan, yakni :
1. Yayasan merupakan badan hukum.
 Dapat bertindak dan melakukan perbuatan hukum yang sah dan mempunyai akibat hukum walupun nantinya yang bertindak adalah organ Yayasan, yakni Pembina, Pengawas maupun pengurusnya.
 2. Mempunyai harta kekayaan yang dipisahkan.
 Mempunyai aset, baik bergerak atau tidak bergerak, yang pada awalnya diperoleh dari modal/kekayaan pendiri yang telah dipisahkan.
 3. Mempunyai Tujuan Tertentu.
Merupakan pelaksanaan nilai – nilai, baik keagamaan, sosial maupun kemanusian. Tidak mencari untung/nirlaba.
 4. Tidak mempunyai anggota.
 Tidak mempunyai pemegang saham atau sekutu-sekutunya.Namun yayasan digerakan oleh organ Yayasan baik Pembina, Pengawas namun yang berperan utama didalam pengorganisasiannya adalah pengurus harian.

Kedudukan Hukum dan Kekayaan Yayasan :
Kedudukan di Wilayah Republik Indonesia dan harus dituangkan di dalam AD dan ARTnya.
Sedangkan berdasarkan Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dijelaskan bahwa
“Harta kekayaan awal diperoleh dari pemisahan harta kekayaan (masukan) dari pendiri Yayasan, baik dalam bentuk uang maupun barang”.
Pemisahan harta kekayaan pendiri sangatlah penting untuk menghindari agar jangan sampai keyayaan awal yayasan masih merupkan bagian harta pribadi dari pendiri atau harta bersama dari pendiri dan keluarganya.
Selain berasal dari pemisahan harta tersebut, harta kekayaan yayasan juga diperoleh dari :
a. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. Wakaf;
c. Hibah;
d. Hibah wasiat;
e. Perolehan lainnya.
Sedangkan untuk syarat minimum harta keyayaan yaysan berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

 Organ Yayasan :
a. Pembina;
b. Pengawas;
c. Pengurus.

Resiko Hukum Bagi Organ Yayasan (Pembina, Pengawas dan Pengurus) :
a. Tidak digaji;
b. Bisa dipenjara;
c. Harta pribadi pengurus dan pengawas dapat menjadi jaminan.
d. Keterikatan pengurus pada Anggaran Dasar Yayasan.
e. Penerapan Prinsip Duty Skill Care bagi pengurus dan Pengawas.
f. Pelaksanaan kegiatan karyawan.

Kewajiban suatu Yayasan :
a. Membuat laporan tahunan.
b. Upaya melakukan pemeriksaan terhadap yayasan.


Minggu, 15 Juni 2014

Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata


 
Dalam penerapan hukum waris, apabila seorang pewaris yang beragama selain Islam meninggal dunia, maka yang digunakan adalah sistem pewarisan berdasarkan Hukum Waris sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
 Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah:
1.  Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);
2.   Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.
Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris ada empat golongan besar, yaitu:
1. Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).
2.  Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris
3.  Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
4.  Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
 Mengapa ahli waris dibagi ke dalam 4 golongan ini?

Golongan ahli waris ini menunjukkan siapa ahli waris yang lebih didahulukan berdasarkan urutannya. Artinya, ahli waris golongan II tidak bisa mewarisi harta peninggalan pewaris dalam hal ahli waris golongan I masih ada.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

Minggu, 18 Mei 2014

Tarik Kendaraan Daftar Jaminan Fidusia Dulu



Tarik Kendaraan Daftar Jaminan Fidusia Dulu

Apa kewajiban perusahaan multifinance menurut Peraturan Menteri Keuangan

Menurut Pasal 1 PMK No. 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia (pasal 1).

Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut berlaku pula bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan:
a)  pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah;
b)  dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaanpenerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing).

Dengan keluarnya peraturan ini, maka seluruh perusahaan pembiayaan harus mendaftarkan fidusia untuk setiap transaksi pembiayaannya. Oleh sebab itu pasal 2 PMK No. 130/PMK.010/2012, menyebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen.

Bagaimana pada proses pendaftaran pada proses satu kontrak pembiayaan oleh kantor Notaris, apakah dalam 30 hari sudah terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia?

Maksud dari pendaftaran jaminan fidusia adalah: diberikan waktu selama 30 hari untuk melakukan pendaftaran ke kantor Fidusia sejak tanggal Perjanjian pembiayaan.
Maksudnya demikian: misalnya Perjanjian Pembiayaan ditanda-tangani pada tanggal 1 Agustus 2012, maka pihak multifinance harus mulai meng-order kepada notaris selambat-lambatnya 10 hari kemudian (misalnya tanggal 10 Agustus 2012). Sehingga Notaris masih mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan aktanya dan menanda-tangani akta jaminan fidusia tersebut, menerbitkan salinan dan mendaftarkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Agustus 2012.

Jika Perusahaan Pembiayaan belum memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia (sebagai hasil dari pendaftaran jaminan fidusia tersebut), maka menurut Pasal 3 PMK No. 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan tersebut dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor tersebut.

Berapa lama sertifikat fidusia bisa didapat oleh perusahaan pembiayaan setelah pendaftaran jaminan fidusia? Karena hal ini tentunya menyangkut kepada proses penarikan kendaraan (benda jaminan fidusia).

Sebenarnya secara aturan di Kantor Fidusia, sertifikat jaminan fidusia harus sudah terbit 14 hari kerja sejak tanggal pendaftaran. Namun dalam praktiknya, oleh karena sekarang seluruh Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusianya, maka di dalam praktik terjadi “crash” atau tumpukan berkas. Sehingga dalam praktik, Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut baru akan terbit setelah 1,5 bulan sejak tanggal pendaftaran. Hal ini tentunya menyulitkan bagi Perusahaan Pembiayaan untuk melakukan penarikan Kendaraan Bermotor dari nasabahnya yang sudah mulai macet dan tidak dapat membayar cicilan. Karena berarti Perusahaan Pembiayaan tersebut harus menunggu waktu yang cukup lama untuk bisa melakukan penarikan. Bagaimana jika Kendaraan Bermotornya keburu dijual atau hilang? J
Namun demikian, Kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Perusahaan Pembiayaan langsung dibebani dengan jaminan fidusia, maka akan sangat aneh jika dalam waktu 2 bulan sudah macet. Berarti dalam hal ini, harus dipertanyakan lagi mengenai proses analisa pembiayaannya. Karena jika dikembalikan lagi kepada filosofi kredit, seseorang akan diberikan kredit jika memenuhi criteria dasar yang menggunakan Prinsipnya “5 C” (Character, Capital, Collateral, Capacity dan Condition of Economic).
Di dalam Pasal 6 PMK No. 130/PMK.010/2012 menyebutkan bahwa, Perusahaan Pembiayaan yang telah melakukan perjanjian pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia sesuai kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan konsumen antara Perusahaan Pembiayaan dengan konsumen.

Lalu, apabila pada kontrak/perjanjian tersebut tidak dilakukan pembebanan apakah perusahaan pembiayaan tetap wajib melakukan pendaftaran jaminan fidusia?

Maksud di pernyataan di dalam pasal 6 tersebut adalah: Akta Fidusia yang lama, masih tetap dapat didaftarkan (tidak expired). tapi tentunya yang dulu belum melakukan pembebanan jaminan fidusia harus tetap melakukan pembebanan susulan, dengan dasar Kuasa Jaminan Fidusia.

Bagaimana bila perusahaan multifinance tersebut melanggar kewajibannya?
Menurut Pasal 4 PMK No. 130/PMK.010/2012 perusahaan multifinance yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha; atau
c. pencabutan izin usaha.
Sanksi peringatan diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 (enam puluh) hari kalender.
Bila ternyata sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat mencabut sanksi peringatan.
Sedangkan apabila pada masa berlaku peringatan ketiga berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis kepada Perusahaan Pembiayaan, yang berlaku selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha diterbitkan. Demikian juga dengan sanksi pembekuan usaha, bila sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha  Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha dan apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan Menteri Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

Bagaimana bila masa berlaku berakhir pada hari libur?


Apabila masa berlaku sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir pada hari libur, sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya.

 Baca artikel : Penyitaan Kendaraan





Penyitaan Kendaraan



Penyitaan Kendaraan

Bedah Kasus  Konsumen Fidusia
Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia masih marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan stimulus kemudahan dari sales perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih mudah, bahkan bagi seorang tukang becak sekalipun yang pendapatan hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai timbul ketika konsumen tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat perusahaan mencabut hak penguasaan kendaraan secara langsung.
Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan sales dengan iming-iming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan jaminan fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha diduga terdapat informasi terselubung yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu, mari kita cermati bedah kasus fidusia di bawah ini:
Kasus Posisi

LAS yang berprofesi sebagai tukang becak, membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam, selanjutnya NO meminjamkan identitasnya untuk kepentingan LAS dalam mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF. Hal ini bisa terjadi karena fasilitasi yang diberikan oleh NA, sales perusahaan motor tersebut. Kemudian konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan telah mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan sepeda motor dari PT. AF.
Merasa dirugikan, konsumen mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Bojonegoro. Kemudian karena tidak mampu melakukan pembayaran, maka LAS menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita acara penyerahan. Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan  penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah melakukan penadahan.
Penanganan Kasus
Menyikapi kasus fidusia tersebut, BPKN bersama dengan Direktorat Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan menurunkan Tim Kecil ke Bojonegoro, untuk meneliti dan menggali 2 informasi kepada para pihak terkait. Hasilnya dijadikan sebagai bahan kajian dan telaahan hukum pada Workshop Bedah Kasus Pengaduan Konsumen melalui Lembaga Fidusia, sebagai berikut:
1.     Ketentuan dalam klausula baku
Pada umumnya jual beli sepeda motor diikuti dengan perjanjian pokok yang merupakan klausula baku. Saat konsumen mencermatinya, terdapat beberapa ketentuan yang seringkali muncul, namun tidak memenuhi ketentuan Ps. 18 UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diantaranya sebagai berikut:
  1. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor yang dibeli konsumen;
  2. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan fidusia terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
  3. Mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Klausula baku tersebut sifatnya batal demi hukum dan pelaku usaha wajib menyesuaikannya dengan ketentuan UUPK.
2.     Pendaftaran Jaminan Fidusia
PT. AF ternyata tidak mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 42 Tahun 1999. Akibatnya perjanjian jaminan fidusia menjadi gugur dan kembali ke perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang
piutang biasa (akta dibawah tangan). Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF memiliki hak eksekusi langsung (parate eksekusi) untuk menarik kembali motor yang berada dalam penguasaan konsumen. Namun bila tidak terdaftar, berarti PT. AF tidak memiliki hak eksekusi langsung terhadap objek sengketa karena kedudukannya sebagai kreditor konkuren, yang harus menunggu penyelesaian utang bersama kreditor yang lain.
3.     Hak Konsumen atas Obyek Sengketa
Konsumen telah membayar 6 kali angsuran, namun terjadi kemacetan pada angsuran ketujuh. Ini berarti konsumen telah menunaikan sebagian kewajibannya sehingga dapat dikatakan bahwa di atas objek sengketa tersebut telah ada sebagian hak milik debitor (konsumen) dan sebagian hak milik kreditor.

Tips bagi Konsumen
Rendahnya daya tawar dan pengetahuan hukum konsumen seringkali dimanfaatkan oleh lembaga pembiayaan yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan.
Untuk itu, perhatikanlah tips bagi konsumen sebagai berikut: 
1.     Konsumen dihimbau beritikad baik untuk selalu membayar angsuran secara tepat waktu.
2.     konsumen dihimbau untuk lebih kritis dan teliti dalam membaca klausula baku, terutama mengenai:
a.      hak-hak dan kewajiban para pihak
b.     kapan perjanjian itu jatuh tempo;
c.      akibat hukum bila konsumen tidak dapat memenuhi kewajibannya (wanprestasi)

3.     Bila ketentuan klausula baku ternyata tidak sesuai dengan ketentuan UUPK dan UUF, serta merugikan konsumen, maka pelaku usaha harus diminta untuk menyesuaikannya dengan ketentuan tersebut.
4.     Bila terjadi sengketa, konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya dengan meminta pertimbangan dan penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen