Penyitaan Kendaraan
Bedah Kasus Konsumen Fidusia
Pengaduan konsumen tentang pembayaran
angsuran motor melalui jaminan fidusia masih marak terjadi hingga kini. Adanya
kebutuhan konsumen dan stimulus kemudahan dari sales perusahaan penjual motor menjadikan
proses jual-beli lebih mudah, bahkan bagi seorang tukang becak sekalipun yang
pendapatan hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai timbul ketika konsumen
tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat perusahaan mencabut hak
penguasaan kendaraan secara langsung.
Pada umumnya praktek penjualan motor
dilakukan sales dengan iming-iming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran
dengan jaminan fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah
sehingga konsumen kadang tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara
klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha diduga terdapat informasi
terselubung yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu, mari kita cermati bedah
kasus fidusia di bawah ini:
Kasus Posisi
LAS yang berprofesi sebagai tukang becak, membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam, selanjutnya NO meminjamkan identitasnya untuk kepentingan LAS dalam mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF. Hal ini bisa terjadi karena fasilitasi yang diberikan oleh NA, sales perusahaan motor tersebut. Kemudian konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan telah mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan sepeda motor dari PT. AF.
Merasa dirugikan, konsumen mengadukan
masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Bojonegoro. Kemudian karena tidak mampu melakukan pembayaran, maka LAS
menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita acara penyerahan.
Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah
melakukan penadahan.
Penanganan Kasus
Menyikapi kasus fidusia tersebut,
BPKN bersama dengan Direktorat Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan
menurunkan Tim Kecil ke Bojonegoro, untuk meneliti dan menggali 2 informasi
kepada para pihak terkait. Hasilnya dijadikan sebagai bahan kajian dan telaahan
hukum pada Workshop Bedah Kasus Pengaduan Konsumen melalui Lembaga Fidusia,
sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam
klausula baku
Pada umumnya jual
beli sepeda motor diikuti dengan perjanjian pokok yang merupakan klausula baku.
Saat konsumen mencermatinya, terdapat beberapa ketentuan yang seringkali
muncul, namun tidak memenuhi ketentuan Ps. 18 UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diantaranya sebagai berikut:
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diantaranya sebagai berikut:
- menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor yang dibeli konsumen;
- menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan fidusia terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
- Mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Klausula baku tersebut sifatnya batal demi hukum dan pelaku usaha wajib menyesuaikannya dengan ketentuan UUPK.
2. Pendaftaran Jaminan
Fidusia
PT. AF ternyata
tidak mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, sebagaimana
diamanatkan dalam UU No. 42 Tahun 1999. Akibatnya perjanjian jaminan fidusia
menjadi gugur dan kembali ke perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang
piutang biasa (akta dibawah tangan). Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF memiliki hak eksekusi langsung (parate eksekusi) untuk menarik kembali motor yang berada dalam penguasaan konsumen. Namun bila tidak terdaftar, berarti PT. AF tidak memiliki hak eksekusi langsung terhadap objek sengketa karena kedudukannya sebagai kreditor konkuren, yang harus menunggu penyelesaian utang bersama kreditor yang lain.
piutang biasa (akta dibawah tangan). Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF memiliki hak eksekusi langsung (parate eksekusi) untuk menarik kembali motor yang berada dalam penguasaan konsumen. Namun bila tidak terdaftar, berarti PT. AF tidak memiliki hak eksekusi langsung terhadap objek sengketa karena kedudukannya sebagai kreditor konkuren, yang harus menunggu penyelesaian utang bersama kreditor yang lain.
3. Hak Konsumen atas
Obyek Sengketa
Konsumen telah
membayar 6 kali angsuran, namun terjadi kemacetan pada angsuran ketujuh. Ini
berarti konsumen telah menunaikan sebagian kewajibannya sehingga dapat
dikatakan bahwa di atas objek sengketa tersebut telah ada sebagian hak milik
debitor (konsumen) dan sebagian hak milik kreditor.
Tips bagi Konsumen
Rendahnya daya
tawar dan pengetahuan hukum konsumen seringkali dimanfaatkan oleh lembaga
pembiayaan yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah
tangan.
Untuk itu, perhatikanlah tips bagi
konsumen sebagai berikut:
1.
Konsumen dihimbau beritikad baik untuk selalu membayar angsuran secara
tepat waktu.
2.
konsumen dihimbau untuk lebih kritis dan teliti dalam membaca klausula
baku, terutama mengenai:
a.
hak-hak dan kewajiban para pihak
b.
kapan perjanjian itu jatuh tempo;
c.
akibat hukum bila konsumen tidak dapat memenuhi kewajibannya
(wanprestasi)
3.
Bila ketentuan klausula baku ternyata tidak sesuai dengan ketentuan UUPK
dan UUF, serta merugikan konsumen, maka pelaku usaha harus diminta untuk menyesuaikannya
dengan ketentuan tersebut.
4.
Bila terjadi sengketa, konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya dengan
meminta pertimbangan dan penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
informasi tambahan :
BalasHapusSURAT EDARAN Kabareskrim
No.Pol : B/2110/VIII/2009/Bareskrim tertanggal 31 Agustus 2009
surat dari Kabareskrim No.Pol : B/2110/VIII/2009/Bareskrim tertanggal 31 Agustus 2009 yang ditanda-tangani oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri , Komisaris Jendral Drs Susno Adji., S.H.,M.H., M.Sc Tentang Pprosedur Penanganan Kasus Perlindungan Konsumen.
Surat ini memuat 2 pokok yang harus diikuti oleh penyidik Polri di seluruh Indonesia :
1. Pelaporan yang dilakukan oleh debitur atas ditariknya unit jaminan oleh lembaga fnance ketika debitur itu wanprestasi, tidak boleh diproses oleh penyidik polri dengan psl-psl pencurian, perampasan dan lain sebagainya.
2. Pelaporan yang dilakukan oleh lembaga finance ketika mengetahui debiturnya melakukan pengalihan unit jaminan, tidak boleh diproses oleh penyidik polri dengan psl-psl penggelapan dll sebagainya.
surat bareskrim ini mempertimbangkan KUHAP dan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai bahan rujukan dikeluarkannya surat tersebut.
Sehingga dengan demikian, masih menurut surat bareskrim, maka bila terjadi 2 persoalan diatas penyidik harus menolak proses laporan dan menyarankan kepada pihak pelapor untuk menyelesaikannya di BPSK karena badan itulah yang berwenang melakukan penyelesaian sengketa konsumen.